Oleh: R. Andhika Putra Dwijayanto
Memasuki 10 hari terakhir Ramadhan,
normalnya orang-orang mulai lebih sibuk dari biasanya. Kalau di zaman
Rasulullah ﷺ dulu, umat Islam pasti disibukkan dengan meningkatkan ibadah dan
amal shalih, bahkan sembari i’tikaf. Hal yang sama juga terus menerus dilakukan
selama masa kepemimpinan Islam, Khilafah, masih tegak.
Kala itu, umat Islam masih memiliki
pemikiran, perasaan, dan peraturan yang sama di tengah-tengah mereka, yaitu
Islam. Yang mana, Islamnya dalam semua aspek kehidupan, tidak terbatas di
aspek-aspek tertentu saja. Karena itu, ketika membaca ayat-ayat Surat Al Qadr,
itu tidak semata-mata dimaknai sebagai ayat belaka. Tapi justru jadi pemicu,
motivator untuk beribadah lebih giat lagi daripada hari-hari lainnya.
Dan tentu saja, pemicu umat Islam kala itu
untuk beribadah lebih giat pada 10 hari terakhir Ramadhan adalah karena adanya lailatul qadar.
“Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al
Quran) itu pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin RABB-nya untuk mengatur
segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”
(QS Al Qadr: 1-5)
Saat lailatul
qadar, satu ibadah yang dilakukan pada malam itu akan mendapatkan pahala
lebih banyak daripada ibadah yang sama yang dilakukan pada malam-malam lain
selama 1000 bulan. Kalau dikonversi ke tahun, lebih dari 83 tahun! Padahal
rata-rata harapan usia hidup manusia zaman sekarang hanya sekitar 60-70 tahun.
Artinya, pahala ibadah yang dilakukan bisa jadi melebihi batasan harapan usia
hidup pada umumnya. Satu rakaat shalat sunnah di lailatur qadar sama pahalanya dengan pahala satu rakaat shalat
sunnah yang sama selama 1000 bulan nonstop. Belum ditambah ibadah-ibadah yang
lainnya.
Bayangkan sendiri betapa murah hatinya Allah
SWT, bagi-bagi pahala sebesar itu.
Soal kenapa di 10 hari terakhir, sebabnya
Rasulullah ﷺ mengatakan:
“Carilah Lailatul Qadr itu pada malam-malam
ganjil dari sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan).”
(HR Bukhari no. 1878)
Ada juga hadits lain yang mengatakan pada
malam 27 atau 29, tapi tepat persisnya kapan, kita tidak akan tahu. Adalah privilese
Allah SWT semata untuk menentukan kapan lailatul
qadar akan terjadi tahun ini dan tahun-tahun berikutnya. Motivasinya, tentu
supaya hambaNya tambah rajin menghidupkan malam-malam terakhir Ramadhan dengan
ibadah dan amal shalih. Kalau bisa mendapatkan lailatul qadar, itu sangat jauh
lebih dari lumayan buat bekal pahala di akhirat nanti.
Dari
Abu Hurairah RA, Nabi ﷺ bersabda: “Barangsiapa
menghidupkan Lailatul Qadar dengan iman dan mengharap ridha Allah SWT, maka
diampuni dosanya yang terdahulu, dan barangsiapa berpuasa Ramadhan dalam Iman
dan mengharap ridho Allah SWT, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.”
(HR Bukhari no. 1768)
Namun begitu, rasanya kebanyakan orang
zaman sekarang (di negeri ini, misalnya) lebih senang memburu lailatid diskon (malam seribu diskon)
dibanding lailatul qadar (malam
seribu bulan).
Buktinya?
Oh, lihat saja. Lebih berjubel mana, masjid
atau pusat perbelanjaan? Lebih banyak terdengar apa, lantunan ayat Al-Qur’an
atau suara sales yang mengumumkan promo harga diskon dobel? Lebih banyak hitung
apa, amalan yang sudah dilakukan ketika bulan Ramadhan atau uang untuk membeli
kebutuhan Lebaran dari diskon di pasar swalayan?
Apa yang lebih bikin bingung, kenapa diri
ini tidak mampu untuk optimal dalam meningkatkan ibadah pas Ramadhan atau yang
mana sepatu baru yang harus dibeli? Lebih semangat apa, memborong pahala di lailatul qadar atau memborong belanjaan
pas midnight sale? Jawaban-jawaban
yang dipilih akan menunjukkan tendensi kita, apakah Ramadhan yang kita lalui
selama ini sudah beres atau malah cuma sekadar formalitas angin lalu yang tidak
bermakna apa-apa ketika kelak berakhir.
Padahal, diskon pahala di lailatul qadar sebenarnya jauh lebih
menggiurkan ketimbang diskon dobel di R*m*y*n* (yang mana itu juga belum tentu
lepas dari manipulasi di belakang layar). Allah kurang baik apa, coba? Obral
pahala besar-besaran, 83 tahun cukup dalam satu malam! Mana ada pusat
perbelanjaan manapun di galaksi ini yang bisa memberi diskon ekivalen dengan
yang diberikan Allah? Apalagi, pahala yang diobral habis-habisan pada lailatul qadar jauh lebih berguna
sebagai bekal di akhirat kelak, yang notabene merupakan persinggahan abadi
spesies makhluk hidup bernama manusia.
Namun, tidak banyak yang benar-benar
memahami persoalan itu sepenuh hati, sehingga tawaran terbaik sejagad itu
diabaikan begitu saja dan memilih untuk memburu lailatid diskon. Tempat i’tikaf berubah dari masjid jadi pusat
perbelanjaan. Amalan ibadah yang barangkali sedikit-sedikit mulai dibentuk di
20 hari awal Ramadhan tiba-tiba berkurang drastis atau bahkan lupa sama sekali.
Dzikir malam berganti obrolan mencari diskon, membaca Al-Qur’an berganti
membaca harga barang paling murah. Wal ‘iyadzu
billah.
Idul Fitri memang satu dari dua hari raya
dalam Islam yang tentunya merupakan momen besar. Kalau orang-orang ingin
mempersiapkannya, itu juga wajar. Tapi apakah dengan belanja diskon segala rupa
sampai-sampai melakukan pemborosan massal dan mengabaikan obral pahala yang
secara cuma-cuma diberikan Allah? Tentu tidak begitu. Apalah arti meramaikan
Idul Fitri kalau misalnya Ramadhan yang dilalui justru dihabiskan dengan
kesia-siaan?
Mari merenung sebentar. Kalau kita lebih
semangat memburu lailatid diskon
ketimbang lailatul qadar, jangan-jangan
Ramadhan kita selama ini memang tidak beres? Ramadhan berlalu tanpa mengubah
apa-apa dalam diri kita, tidak berpengaruh untuk mengubah diri menjadi lebih
bertakwa. Lebih dari itu, apa jangan-jangan persepsi berpikir kita adalah
persepsi berpikir sekuler? Persepsi yang memisahkan agama dari kehidupan, yang
membatasi agama hanya sebatas ibadah mahdhah bersifat seremonial belaka tanpa
memaknai apa yang ada di dalamnya?
Semoga kita semua dijaga untuk memiliki
persepsi Islam secara menyeluruh, yang memiliki visi jauh ke depan sampai
setelah kehidupan dunia. Bukan persepsi sekuler yang melenakan tapi justru
menyesatkan kita dari jalan Allah.
(direproduksi dari tulisan senada yang pernah dimuat di laman Gaulfresh)
Gooooood..
ReplyDeleteGooooood..
ReplyDelete