Thursday 2 August 2018

Sesat Pikir Syubhat

Kalau ada sesuatu (benda/makanan/obat/etc) yang diduga belum jelas asal usul bahannya, apa langsung bisa dicap bahwa itu syubhat?

Pertanyaan saya: Syubhat itu menurut siapa? Orang awam?

Kalau orang awam menghakimi sesuatu sebagai syubhat, padahal dia sama sekali tidak ada usaha untuk mencari tahu kebenarannya, mohon maaf, itu tindakan BODOH. Kalau memang ragu akan sesuatu, yang seharusnya dilakukan adalah BERTANYA PADA YANG TAHU. Siapa yang tahu? Pakar!

Ragu soal kehalalan vaksin? Tanya pada dokter yang memiliki kepakaran di bidang terkait! Bukannya karena belum memiliki sertifikat halal lantas langsung dicap syubhat apalagi haram. Itu dungu beyond recognition. Karena sertifikat halal bukan penentu kehalalan, tapi komponen di dalam vaksin itu sendiri. Yang tahu soal komponen vaksin siapa? Pakar kesehatan! Bukan tukang herbal, bukan sarjana hukum, bukan orang awam!

Kehancuran umat terjadi ketika urusan tidak idiserahkan pada orang-orang yang kompeten. Demikian pula, kehancuran berpikir umat Islam tidak akan pernah bisa diperbaiki selama umat tidak menyerahkan masalah-masalah kepakaran pada pakarnya. Urusan vaksin tidak dipercayakan pada pakar kesehatan. Urusan kelistrikan tidak dipercayakan pada pakar energi. Urusan iklim tidak dipercayakan pada climate scientist. Ya wassalam.

Kalau tidak percaya pada pakar, lantas percaya pada siapa? Pada penghakiman diri sendiri? Lha, memang situ punya kompetensi apa soal fakta yang dihukumi itu? Situ dokter? Imunolog? Farmasis? Belajar metode ilmiah saja tidak pernah. Tahu cara kerja pengobatan preventif saja tidak. Eh, malah sok-sokan ngoceh sana sini "ini syubhat! itu syubhat!"

Tidak percaya pakar tapi lebih percaya penghakiman diri sendiri yang awam, apa namanya kalau bukan dungu?

"Tapi kata ustadz ini belum ada sertifikat halalnya, jadi harus dihentikan!"

Mohon maaf, ustadz itu punya kepakaran apa soal sesuatu yang dihukumi tersebut? Beliau dokter? Farmasis? Bukan? Lantas, beliau tahu apa soal status benda (baca: vaksin) yang dipersoalkan itu?

Seseorang boleh jadi sampai taraf mujtahid. Punya ilmu alat yang lengkap. Pisau bedah hukum syara'-nya lengkap. Tapi kalau beliau tidak paham fakta, percuma saja status mujtahidnya itu. Produk hukumnya pasti salah. Maka, mujtahid sekalipun harus menggali fakta dari mereka yang kompeten, bahkan sekalipun pakar itu adalah orang kafir!

Syubhat buat orang awam belum tentu syubhat buat pakar. Maka, alih-alih seenak jidat mengatakan ini itu sebagai syubhat, sebaiknya TANYA PADA PAKAR. Berusaha semaksimal mungkin untuk mengetahui faktanya seperti apa, cek dan ricek dari berbagai sumber kredibel. Kalau sedikit-sedikit harus bergantung pada fatwa MUI, buang saja otak di kepala situ. Percuma dikasih otak kalau tidak dipakai berpikir.

0 comments:

Post a Comment